Sudah pada kenal belum dengan istilah periode sensitif anak? Bukan mudah nangis dan disebut sensitif ya…
Siapa yang punya anak atau keponakan hobinya lari-lari terus, muter-muter, bergerak sana sini, ndak pernah diam? Yang lihat malah yang capek, yang ngawasi malah yang lebih capek.
Lalu, siapa yang punya anak atau keponakan hobinya ngomooooooong terus, ndak ada berhentinya. Baru ditinggal tarik nafas saja, ngomong lagi. Mau tidurpun juga ngomooong terus, akhirnya ndaaak tidur-tidur? Yang ndengerin malah yang capek, yang tadinya antusias menanggapi, eh jadi malas dan keceplosan “ih kamu itu ya, ngomoooong terus ndak ada berhentinya, berhenti sebentar dong?”
Kemudian, siapa yang punya anak atau keponakan hobinya mengamati benda-benda kecil? Yang kadang kita merasa ndak penting, “ih ngapain sih pake ditanyain, ngapain sih pakai dipegang!”
Naah… kemungkinan besar contoh-contoh diatas, anak sedang dalam periode sensitif.
Periode sensitif anak adalah masa dimana anak memiliki keinginan yang sangat kuat terhadap sesuatu dan masa ini merupakan kesempatan bagi orangtua untuk memberikan wawasan atau mengajarkan ketrampilan sesuatu pada anak yang disesuaikan dengan tahapan perkembangannya.
Ciri-cirinya adalah ketika anak sangat gemar dan menunjukkan ketertarikannya terhadap suatu hal, kadang diulang-ulang, diamati betul, lama, berusaha mencari tau sana sini, dan tampak matanya berbinar-binar. Saat itulah orangtua harus peka tentang periode sensitif anak.
Istilah ini muncul dikemukakan oleh Dr. Maria Montessori, tokoh pendidikan dari Italy. Beliau mendalami dan memahami perkembangan anak secara filosofis. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan milestone perkembangan anak dan fitroh perkembangan anak.
Bila kita memahami anak secara filosofis, maka kita tidak akan serta merta merespon perilaku anak yang tampak saja. Namun akan lebih muda memahami alasan dibalik perilaku anak. Kita lebih empati dengan kesulitan anak yang sedang ingin belajar, namun banyak memiliki keterbatasan secara kekuatan fisik dan bahasa.
Ada 6 periode sensitif menurut Dr. Maria Montessori:
√ Movement
√ Language
√ Sensory Exploration
√ Interested with small thing
√ Socialization with others
√ Orderliness
Periode sensitif ini tidak menunjukkan waktu berurutan secara perkembangannya, bisa saja berkembang secara bersamaan. 6 priode diatas merupakan dasar filsafah berkembangnya fungsi kemampuan seorang anak, sejak usia 0 sampai 6 tahun. Apabila sensitif periode ini difasilitasi, maka perkembangan anak jauh lebih baik, lebih jarang tantrum karena rasa ingin tahunya terpuaskan dan anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya untuk menjalankan tugas perkembangannya.
1. Orderliness atau Keteraturan
Sejak dalam janin, anak sudah terbiasa dengan keteraturan. Yaitu mendengar suara detak jantung ibu yang teratur, asupan makanan yang datang dari plasenta secara teratur, suhu yang nyaman dan kenyamanan-kenyamanan lainya didalam Rahim.
Ketika anak lahir ke dunia, ia merasakan perbedaan yang luarbiasa. Oleh karenanya anak usia 0-1tahun sangat butuh kenyamanan dan pelayanan yang terbaik oleh kedua orangtuanya.
Apabila keteraturan ini terus diberikan dan dicontohkan kepada anak, maka hingga usia 3 tahun keatas ia akan terbiasa teratur, tertib, rapi, dan sangat menghargai aturan.
Seperti yang terjadi pada anak saya usia 4 tahun. Hampir setiap malam, setiap mau tidur, anak saya kekeh mau membereskan mainannya dulu dan mengajak mamanya untuk menyapu, padahal kondisinya sudah mengantuk berat.
Orangtua bisa mengembangkan periode sensitif ini dengan mengajak anak untuk belajar membuat kesepakatan aturan, atau plan kegiatan rutin (Routine chart), yaitu untuk mengajarkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari. Tanpa menyuruh anak melakukan kewajibannya, biarkan routine chart yang memimpin. Routine chart bisa dibuat sendiri dengan melibatkan sang anak.
2. Movement atau Bergerak
Ini dia yang saya sebutkan diatas. Kenapa anak usia 1-3 tahun banyak yang tidak bisa diam, muter-muteeeer terus, merangkak naik-naik tangga, lari-lari, tidak bisa diam dan bikin repot pengasuh (orangtuanya) untuk mengawasi.
Ya betul sekali, anak ini sedang dalam periode sensitif bergerak. Hampir semua orangtua mengharapkan anaknya usia 11 bulan sudah bisa berjalan. Tapi banyak juga orangtua yang sering melarang anaknya yang sudah bisa berjalan untuk tidak lari-lari, tidak naik-turun tangga dan tidak bergerak ambil ini itu membuat berantakan barang-barang dirumah.
Padahal dalam kondisi ini, anak sedang dalam masa sensitif belajar mengembangkan kemampuan berjalannya menjadi berlari, merangkak menaiki tangga untuk belajar menguatkan otot tangan, bahu dan kakinya. Selain itu anak juga sedang bereskplor mengetahui hal-hal baru yang ingin diraihnya dengan cara bergerak.
Sebenarnya orangtua tidak perlu melarang atau membatasi anak yang sedang dalam periode sensitif bergerak, cukup fasilitasi dengan permainan-permainan yang mengasah kemampuan geraknya. Seperti mengajak anak ke playground, mengikutkan playdate, membuatkan area bermain yang aman dirumah, bermain petak umpet dengan orangtua, bermain bola dan aktivitas fisik lainnya.
3. Language atau Bahasa
Sensitif periode bahasa pada anak ditandai ketika anak usia 9 bulan, dimana anak mulai suka bubling, kemudian bisa bicara di usia mulai 11 bulan dan sekitar usia 2 tahun anak mengalami ledakan kosakata yang membuatnya sangat gemar bicara, gemar bernyanyi dan juga gemar bercerita, apapun yang diketahuinya diceritakan semua. Tak jarang banyak pengasuh yang mengalami kelelahan untuk menanggapi anak usia 2 tahun keatas ini.
Kemudian untuk anak usia 3 tahun keatas, sudah mulai banyak bertanya, berargumen dan mulai tertarik mempelajari bahasa negara lain.
Sebaiknya orangtua memfasilitasinya dengan mengajak ngobrol sejak bayi, menstimulasinya dengan bertanya sesuatu yang sekiranya anak mudah menjawabnya. Kemudian seiring bertambahnya usia anak, orangtua juga sering mengajak anak bereksplorasi ke tempat baru, bernyanyi bersama, membaca buku bersama, mendongeng atau berkisah. Orangtua tetap membutuhkan media untuk berkisah kepada anak. Silahkan mencari media edukasi yang bergizi di IG @sayanganak29
Beri kesempatan pada anak, stimulus dia agar menceritakan kembali apa yang telah diketahuinya. Selain itu orangtua juga bisa mengajak anak untuk bermain pretend play (bermain pura-pura) sebagai tokoh yang ada didalam buku. Bisa juga menggunakan boneka tangan sekaligus menanamkan value agama.
Lalu untuk anak usia 3 tahun keatas, setelah ia menguasai bahasa ibunya, biasanya anak akan tertarik memodifikasi bahasa. Ini kesempatan bagi orangtua untuk mengenalkan bahasa negara lain yang juga dikuasai oleh orangtua atau bisa juga belajar bersama-sama.
4. Sensory Exploration atau Indrawi
Anak mulai muncul rasa penasaran yang begitu dalam terhadap sesuatu dengan menggunakan indranya. Anak sangat tertarik ingin melihatnya, ingin merabanya, ingin merasakannya, ingin mengetahui baunya dll.
Bagi bayi, biasanya mereka mencoba dengan cara memasukkan benda ke mulut karena ingin mengetahui rasanya. Ini kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan BLW (Baby Led Weaning) sejak usia 6 bulan, yaitu memberikan kesempatan ke bayi untuk makan sendiri dan mengajarkan mana yang bisa dimakan dan mana yang tidak bisa dimakan.
Bila anak sudah mulai penasaran ingin menyentuh sesuatu, selama bendanya aman (bukan pisau atau pecahan kaca), silahkan sensasikan teksturnya ke anak, apakah halus, kasar, basah, dingin, hangat, agar terbangun memori sensorial pada anak. Jelaskan jika bendanya tajam harus berhati-hati, karena bisa melukai kulit.
Untuk anak usia 1,5 tahun keatas, orangtua bisa mengajak bermain bussy board, bermain pasir / pasir kinetik, playdough, cat air, slime. Yang terpenting anak tetap dalam pengawasan orang dewasa, karena rawan dimakan. Tidak masalah bermainnya mengakibatkan berantakan dan kotor. Sekalian mengajarkan pada anak untuk ikut membersihkannya. Ini kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan anak tidak takut kotor, yang penting setelahnya cuci, agar anaknya tidak jijikan.
Bagi anak usia 4 tahun keatas, mulai naik level yang tadinya sudah bisa mewarnai di kertas, kemudian muncul rasa penasaran dan minta-minta untuk mewarnai dikomputer.
Video Kaizen: Belajar Mewarnai di Komputer
Baca juga : Eksperimen Mie Pelangi
5. Interested With Small Thing atau Tertarik pada benda-benda kecil
Anak sudah mulai tertarik dengan benda-benda kecil, diamati begitu detile, dan ditanyakan ke sana-sini.
Bagi anak yang penasaran dengan mainan atau hewan kecil dan mengamatinya dengan diputar-putar, bahkan rasa penasarannya dicoba dengan cara dibanting-banting. Ini kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan tentang sesuatu hal, agar tidak merusak.
Contohnya, “Ini mainannya adek, dirawat dengan baik ya… kalau dibanting nanti ru-sak.” Contohkan apabila ada mainannya yang rusak, di plester kembali, di rekatkan dengan lem, cara menyimpannya dengan baik. Sehingga anak juga bisa belajar dan memahami untuk merawat barang-barang miliknya.
Dari ketertarikannya terhadap benda kecil inilah, anak dapat mengembangkan kemampuan konsentrasinya. Banyak hal yang bisa dipelajari oleh anak, meskipun tampaknya yang dimainkan kecil-kecil dan berantakan.
Sebaiknya orangtua memfasilitasi anak dengan mengajaknya membuat mainan DIY, melibatkan anak untuk memasang benda-benda kecil, memainkannya dengan baik dan setelah bermain ajaklah anak untuk menyimpannya dengan baik.
Ajak anak mengamati benda-benda ciptaan Allah di taman. Jelaskan proses terbentuknya, keteraturannya, kaitkan dengan kebesaran Allah dan ilmu pengetahuan yang mendukung.
Ini juga kesempatan bagi orangtua untuk mengenalkan konsep hitung dan angka, karena anak akan sangat perhatian dengan jumlah benda yang diamati. Bisa juga bermain pompom, lego, meronce dll.
6. Socialization with others atau aspek sosial
Sejak bayi sudah mulai tertarik berinteraksi sosial yaitu merespon stimulus kita meskipun ia belum mampu bicara. Anak usia 2 tahun keatas, sudah mulai tertarik bersosialisasi, awalnya mengamati cara bermain teman dan selanjutnya bisa bermain dengan temannya.
Ketika anak sudah masuk dalam periode sensitif ini, orangtua harus peka dan memanfaatkannya untuk memberikan kualitas waktu berinteraksi dengan anak. Sering mengajaknya bersosialisasi dengan oranglain, memberikan contoh bersosialisasi yang baik, sembari mengajarkan berempati dengan orang lain.
Orangtua juga bisa bermain bersama anak, bermain pretend play, bisa menggunakan boneka tangan. Sambil mengajarkan life skill cara sikat gigi yang benar, cara makan yang benar, dll.
Apa yang akan terjadi bila periode sensitif ini dihambat atau tidak difasilitasi oleh orangtua?
Maka kesempatan anak untuk berkembang, belajar terhadap sesuatu dilewatkan begitu saja. Meskipun dilain kesempatan atau diatas usia 6 tahun anak bisa mempelajarinya kembali, namun anak akan memiliki keterbatasan dan lebih lama dibandingkan dengan anak yang periode sensitifnya terfasilitasi.
Terlebih jika orangtuanya sering melarang anak ini itu. Anak mau tau ini dilarang, mau belajar itu dilarang. Dampaknya anak bisa memiliki sifat peragu, penakut dan pemalu, bahkan kurang berdaya untuk memutuskan suatu hal yang baik, padahal sebenarnya ingin dilakukan anak.
Berikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan periode sensitifnya. Lakukan stimulasi dan fasilitasi dengan cara yang menyenangkan.
Silahkan share artikel ini kepada teman atau saudara yang membutuhkan. Semoga bermanfaat 😊